EYD (Ejaan yang Disempurnakan) adalah tata bahasa dalam Bahasa
Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari
pemakaian dan penulisan huruf capital dan huruf miring, serta penulisan unsur
serapan. EYD disini diartikan sebagai tata bahasa yang disempurnakan. Dalam
penulisan karya ilmiah perlu adanya aturan tata bahasa yang menyempurnakan
sebuah karya tulis. Karena dalam sebuah karya tulis memerlukan tingkat
kesempurnaan yang mendetail. Singkatnya EYD digunakan untuk membuat tulisan
dengan cara yang baik dan benar.
Kamis, 31 Oktober 2013
Kamis, 24 Oktober 2013
DIKSI
Diksi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen Pendidikan Indonesia adalah
pilihan kata yg tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan
gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Fungsi dari
diksi antara lain membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan
tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis, untuk
mencapai target komunikasi yang efektif, melambangkan
gagasan yang di ekspresikan secara verbal, dan membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak
resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
Rabu, 16 Oktober 2013
Tanda Baca
Tanda baca adalah simbol yang tidak berhubungan dengan fonem (suara) atau kata dan frasa pada suatu bahasa, melainkan berperan untuk menunjukkan struktur dan organisasi suatu tulisan, dan juga intonasi serta jeda yang dapat diamati sewaktu pembacaan. Aturan tanda baca berbeda antar bahasa, lokasi, waktu, dan terus berkembang. Beberapa aspek tanda baca adalah suatu gaya spesifik yang karenanya tergantung pada pilihan penulis.
Kamis, 10 Oktober 2013
RAGAM BAHASA
contoh paragraf :
Rabu, 02 Oktober 2013
PERANAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA
contoh 1 paragraf tentang fungsi bahasa indonesia :
Bahasa Indonesia memiliki beberapa
fungsi, salah satunya ialah sebagai alat komunikasi. Fungsi ini digunakan sebagai penunjang aktivitas
sehari-hari. Dengan menggunakan bahasa seseorang bisa menjadikannya sarana untuk mencapai suatu keberhasilan
dan kesuksesan hidup manusia, baik sebagai insan akademis maupun sebagai warga
masyarakat. selain itu seseorang bisa berekspresi dan beradaptasi
terhadap lingkungan disekitarnya.
contoh 1 paragraf tentang peranan bahasa indonesia :
Terdapat beberapa peranan Bahasa Indonesia
yaitu sebagai alat komunikasi, sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai
integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu dan Sebagai
alat ukur kontrol sosial.
Minggu, 12 Mei 2013
BAB 13 (Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat)
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli”
atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan
dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya
hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu
istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling
dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU No.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli. Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau pemasaran atas barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU No.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli. Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi atau pemasaran atas barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
A. Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya
C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli .
Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU.
D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
(1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
KPPU adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi atau pemasaran barang atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
Contoh Kasus
Internet sudah merupakan bagian dari kehidupan yang menghubungkan setiap bagian dari kehidupan kita. Internet merupakan bagian dari mekanisme telekomunikasi yang bersifat global yang fungsinya menjadi jembatan bebas hambatan informasi.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkembangan dunia maya tersebut ternyata membuat dan menciptakan berbagai kemudahan dalam hal menjalankan transaksi, dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta menciptakan jutaan kesempatan untuk menggali keuntungan ekonomis. Peperangan antara Microsoft dengan departemen Antitrust, dimana perusahaan milik Bill Gates dianggap melanggar ketentuan tentang hukum antimonopoli, sehubungan dengan program terbaru Microsoft tahun 1998, dituduh dapat merugikan pihak lain karena program “browser” yang dapat digunakan untuk menjelajah dunia maya itu melekat didalamnya.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai kemudahan bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus kejahatan. Ironisnya, dari hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Meski penetrasi TI masih rendah, nama Indonesia ternyata begitu populer dalam kejahatan di dunia maya ini. Berdasarkan data Clear Commerce, tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina sebagai negara asal carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Microsoft dikenal sebagai penyedia software-software proprietary, yang artinya, perusahaan akan menutup rapat kode programnya dan mengelolanya secara rahasia. Di lain pihak, Red Hat adalah distributor Linux yang merupakan software open source. Software jenis ini bisa dilihat kode programnya, pengguna juga bebas memodifikasi dan mendistribusikannya kembali ke orang lain. Red Hat Enterprise Linux, menurut Manager Produk Red Hat, dinilai sebagai contoh proyek open source yang paling sukses yang pernah dijual secara komersil.
Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda akan meredupkan semangatnya untuk berkompetisi. Tapi, sudah menunjukkan kemauan bekerjasama dengan rivalnya. Salah satu contoh yang bisa dibilang penting adalah kerjasama dengan Sun Micrsystems pada bulan April 2004. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kerjasama tersebut menelurkan kesepakatan anti-monopoli antara Microsoft dengan Sun, dan keduanya sepakat untuk berbagi hak paten dan menjamin bahwa produk-produk dari kedua perusahaan tersebut bisa berinteroprasi.
Microsoft juga telah menyelesaikan kasus anti-monopoli dengan perusahaan pembuat software seperti Burst.com, Novell dan America Online milik Time Warner.Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/contoh-kasus-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
B. Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoly
Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya
C. Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli .
Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU.
D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
(1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertikal
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
KPPU adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi atau pemasaran barang atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
Contoh Kasus
Internet sudah merupakan bagian dari kehidupan yang menghubungkan setiap bagian dari kehidupan kita. Internet merupakan bagian dari mekanisme telekomunikasi yang bersifat global yang fungsinya menjadi jembatan bebas hambatan informasi.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perkembangan dunia maya tersebut ternyata membuat dan menciptakan berbagai kemudahan dalam hal menjalankan transaksi, dunia pendidikan, perdagangan, perbankan serta menciptakan jutaan kesempatan untuk menggali keuntungan ekonomis. Peperangan antara Microsoft dengan departemen Antitrust, dimana perusahaan milik Bill Gates dianggap melanggar ketentuan tentang hukum antimonopoli, sehubungan dengan program terbaru Microsoft tahun 1998, dituduh dapat merugikan pihak lain karena program “browser” yang dapat digunakan untuk menjelajah dunia maya itu melekat didalamnya.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang demikian cepat tidak hanya menciptakan berbagai kemudahan bagi pengguna, tapi juga membuka sarana baru berbagai modus kejahatan. Ironisnya, dari hari ke hari, cybercrime kian meningkat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Meski penetrasi TI masih rendah, nama Indonesia ternyata begitu populer dalam kejahatan di dunia maya ini. Berdasarkan data Clear Commerce, tahun 2002 lalu Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina sebagai negara asal carder (pembobol kartu kredit) terbesar di dunia. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Microsoft dikenal sebagai penyedia software-software proprietary, yang artinya, perusahaan akan menutup rapat kode programnya dan mengelolanya secara rahasia. Di lain pihak, Red Hat adalah distributor Linux yang merupakan software open source. Software jenis ini bisa dilihat kode programnya, pengguna juga bebas memodifikasi dan mendistribusikannya kembali ke orang lain. Red Hat Enterprise Linux, menurut Manager Produk Red Hat, dinilai sebagai contoh proyek open source yang paling sukses yang pernah dijual secara komersil.
Microsoft belum menunjukkan tanda-tanda akan meredupkan semangatnya untuk berkompetisi. Tapi, sudah menunjukkan kemauan bekerjasama dengan rivalnya. Salah satu contoh yang bisa dibilang penting adalah kerjasama dengan Sun Micrsystems pada bulan April 2004. Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Kerjasama tersebut menelurkan kesepakatan anti-monopoli antara Microsoft dengan Sun, dan keduanya sepakat untuk berbagi hak paten dan menjamin bahwa produk-produk dari kedua perusahaan tersebut bisa berinteroprasi.
Microsoft juga telah menyelesaikan kasus anti-monopoli dengan perusahaan pembuat software seperti Burst.com, Novell dan America Online milik Time Warner.Contoh Kasus Anti Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sumber :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/contoh-kasus-anti-monopoli-dan-persaingan-usaha-tidak-sehat/
BAB 12 (Perlindungan Konsumen)
contoh kasus perlindungan konsumen
Di Indonesia, nasib perlindungan konsumen masih berjalan tertatih-tatih.
Hal-hal menyangkut kepentingan konsumen memang masih sangat miskin
perhatian. Setelah setahun menunggu, Kementerian Kesehatan akhirnya
mengumumkan hasil survei 47 merek susu formula bayi untuk usia 0-6
bulan. Hasil survei menyimpulkan, tidak ditemukan bakteri Enterobacter
sakazakii.
Hasil ini berbeda dengan temuan peneliti Institut Pertanian Bogor, yang
menyebutkan, 22,73% susu formula (dari 22 sampel), dan 40% makanan bayi
(dari 15 sampel) yang dipasarkan April hingga Juni 2006 terkontaminasi E
sakazakii.
Apa pun perbedaan yang tersaji dari kedua survei tersebut, yang jelas,
kasus susu formula ini telah menguak fakta laten dan manifes menyangkut
perlindungan konsumen. Ini membuktikan bahwa hal-hal menyangkut
kepentingan (hukum) konsumen rupanya memang masih miskin perhatian dalam
tata hukum kita, apalagi peran konsumen dalam pembangunan ekonomi.
Tanggung Jawab Produk
Dalam perlindungan konsumen sesungguhnya ada doktrin yang disebut strict
product liability, yakni tanggung jawab produk yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. Ini dapat kita lihat dalam
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
yang mengatur bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan
menjadi beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
Doktrin tersebut selaras dengan doktrin perbuatan melawan hukum (pasal
1365 KUHPerdata) yang menyatakan, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang
membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.”
Untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum berdasar pasal
1365 KUHPerdata, suatu perbuatan harus memenuhi unsur-unsur, seperti
adanya perbuatan melawan hukum, adanya unsur kesalahan, kerugian, dan
adanya hubungan sebab-akibat yang menunjukkan adanya kerugian yang
disebabkan oleh kesalahan seseorang.
Unsur-unsur ini pada dasarnya bersifat alternatif. Artinya, untuk
memenuhi bahwa suatu perbuatan melawan hukum, tidak harus dipenuhi semua
unsure tersebut. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi salah satu unsur
saja, maka perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan
hukum.
Doktrin strict product liability masih tergolong baru dalam doktrin ilmu
hukum di Indonesia. Doktrin tersebut selayaknya dapat diintroduksi
dalam doktrin perbuatan melawan hukum (tort) sebagaimana diatur dalam
pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Seorang konsumen, apabila dirugikan dalam mengonsumsi barang atau jasa,
dapat menggugat pihak yang menimbulkan kerugian. Pihak di sini bisa
berarti produsen/pabrik, supplier, pedagang besar, pedagang eceran/
penjual ataupun pihak yang memasarkan produk. Ini tergantung dari siapa
yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian
bagi konsumen.
Selama ini, kualifikasi gugatan yang masih digunakan di Indonesia adalah
wanprestasi (default). Apabila ada hubungan kontraktual antara konsumen
dan pengusaha, kualifikasi gugatannya adalah wanprestasi. Jika gugatan
konsumen menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum (tort),
hubungan kontraktual tidaklah disyaratkan. Bila tidak, konsumen sebagai
penggugat harus membuktikan unsur-unsur seperti adanya perbuatan melawan
hukum. Jadi, konsumen dihadapkan pada beban pembuktian berat, karena
harus membuktikan unsur melawan hukum.
Hal inilah yang dirasakan tidak adil oleh konsumen, karena yang tahu
proses produksinya adalah pelaku usahanya. Pelaku usahalah yang harus
membuktikan bahwa ia tidak lalai dalam proses produksinya. Untuk
membuktikan unsur “tidak lalai” perlu ada kriteria berdasarkan ketentuan
hukum administrasi negara tentang “Tata Cara Produksi Yang Baik” yang
dikeluarkan instansi atau departemen yang berwenang.
Kedigdayaan Produsen
Berdasarkan prinsip kesejajaran kedudukan antara pelaku usaha dan
konsumen, hal itu mestinya tidak dengan sendirinya membawa konsekuensi
konsumen harus membuktikan semua unsur perbuatan melawan hukum. Oleh
karena itu, terhadap doktrin perbuatan melawan hukum dalam perkara
konsumen, seyogianya dilakukan “deregulasi” dengan menerapkan doktrin
strict product liability ke dalam doktrin perbuatan melawan hukum.
Hal ini dapat dijumpai landasan hukumnya dalam pasal 1504 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menegaskan bahwa penjual bertanggung
jawab adanya “cacat tersembunyi” pada produk yang dijual.
Menurut doktrin strict product liability, tergugat dianggap telah
bersalah (presumption of quality), kecuali apabila ia mampu membuktikan
bahwa ia tidak melakukan kelalaian/kesalahan. Seandainya ia gagal
membuktikan ketidaklalaiannya, maka ia harus memikul risiko kerugian
yang dialami pihak lain karena mengonsumsi produknya.
Doktrin tersebut memang masih merupakan hal baru bagi Indonesia. Kecuali
Jepang, semua negara di Asia masih memegang teguh prinsip konsumen
harus membuktikan kelalaian pengusaha.
Sekalipun doktrin strict product liability belum dianut dalam tata hukum
kita, apabila perasaan hukum dan keadilan masyarakat menghendaki lain,
kiranya berdasarkan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang No 14 Tahun 1970,
hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang
hidup di masyarakat (living law).
Walhasil, berkait kasus susu formula ada hal yang patut ditarik
pelajaran. Ternyata, selama ini yang masih terpampang adalah
“kedigdayaan” produsen atau pelaku usaha termasuk pengambil kebijakan.
Terlihat, pihak-pihak terkait bersikap defensif dengan seolah menantang
konsumen yang merasa dirugikan untuk membuktikan unsur “ada/tidaknya
kelalaian/ kesalahan” terhadap sebuah produk. Padahal, pihak-pihak
berwenanglah yang harus membuktikan apakah betul ada kesalahan/kelalaian
dalam produknya tersebut.
Analisis
Disini konsumen yang sangat dirugikan oleh terdapat bakteri Enterobacter
sakazakii yang terkandung pada susu formula yang banyak diminum oleh
balita berumur 0 – 6 tahun. Bakteri ini sangat berbahaya untuk balita
yang meminum susu formula yang berdapat bakteri Enterobacter sakazakii
dalam kurun waktu lama. Hal ini merupakan tanggung jawab dari produsen
susu formula tersebut. Kalau dibiarkan konsumen sangat dirugikan karena
bukannya sehat minum susu anak – anak mereka tetapi penyakit yang
didapatkannya. Ini sudah membohongin konsumen dapat dapat dikenakan
sanksi yang tegas dari Departemen Kesehatan dan BPOM, karena telah
menyalahgunakan UU perlindungan konsumen yang sudah disebutkan diatas
tadi.
Sumber
http://www.investor.co.id/home/kasus-susu-formula-dan-perlindungan-konsumen/15923
Langganan:
Postingan (Atom)