Selasa, 11 November 2014

Tugas 1 "Etika dan Akuntabilitas Profesi Akuntan Publik"

kelompok  : MATAKIR
Anggota : 1. Nur Azizah             (25211294)
               2. Stepni Togatorop    (26211893)

 Judul Buku : Etika dan Akuntabilitas Profesi Akuntan Publik
Pengarang : Dr. Djuni Farhan, SE., M.Si
Penerbit : Intimedia (Kelompok In-TRANS Publishing)


Sinopsis
Profesi Akuntan Publik saat ini sangat dibutuhkan untuk membangun akuntabilitas bagi lembaga-lembaga publik maupun privat. Dalam rangka membangun akuntabilitas tersebut maka dibutuhkan sikap etis yang dimiliki oleh seorang akuntan dalam menjalankan profesinya. Alasan-alasan etik inilah yang menjadi dasar bagi para akuntan dalam melakukan praktik auditing.
Oleh karena itu, maka orientasi etika auditor sangat berpengaruh terhadap terjadinya komitmen dan sensivitas etika bagi auditor. Semakin baik tingkat orientasi etikanya maka semakin baik pula komitmen dan sensivitas etikanya.

Tentang Penulis

     Dr. Djuni Farhan, SE., M.Si terlahir di Singaraja, 13 Juni 1967. Masa kecil sampai remaja (SMA) dihabiskan di pulau Dewata tepatnya di Singaraja Bali. Beliau menyelesaikan gelar Sarjana di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Gajayana Malang, Lulus tahun 1990, Program Pascasarjana Universitas Padjajaran Bidang Kajian Utama Akuntansi, Lulus tahun 1996 dan merampungkan Program Doktor (S-3) di Universitas Padjajaran. Saat ini penulis menjabat sebagai kepala Lembaga Penelitian di Universitas Gajayana Malang serta juga menjabat sebagai Sekbid Ekonomi, Sosial Budaya Dewan Riset Daerah Kabupaten Malang. Selain mengajar, aktivitas lainnya yaitu banyak melakukan riset, memberikan peningkatan kapasitas bagi pejabat publik. Serta juga aktif di organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat.


Minggu, 02 November 2014

Jurnal (Tugas Softskill)

Pekbis Jurnal, Vol.1, No.3, November 2009: 159-167

ETIKA & PROFESIONAL AKUNTAN PUBLIK
Mudrika Alamsyah Hasan
Dosen FE Universitas Riau

ABSTRAK

Tulisan ini menguraikan tentang etika profesi akuntan publik yang merupakan karakteristik dari suatu profesi yang membedakan dengan profesi yang lain dan yang berfungsi mengatur tingkah laku para anggotanya. Profesi akuntan publik saat ini tengah menghadapi berbagai sorotan tajam dari masyarakat, terlebih setelah terungkapnya kasus manipulasi yang dilakukan perusahaan Enron yang merupakan tonggak pemicu terjadinya krisis kepercayaan dalam profesi akuntan. Tulisan ini difokuskan terutama untuk menjawab bagaimana peranan etika profesi dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik. profesional bagi akuntan publik adalah prilaku untuk bertanggung jawab terhadap profesinya, diri sendiri, peraturan, undang-undang, klien, dan masyarakat termasuk para pemakai laporan keuangan.

Key Words : Etika profesional, akuntan publik

PENDAHULUAN

Dalam menjalankan profesinya, seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan sejawatnya, dan antara profesi dengan masyarakat. Akuntan publik sebagai pihak yang bebas dan tidak memihak (independen ) dalam melakukan pemeriksaan yang objektif atas laporan keuangan dan menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan, sangat diperlukan jasanya oleh masyarakat pengguna laporan keuangan. Guna meningkatkan kepercayaan pemakai jasa profesi akuntan publik sebagaimana layaknya yang mereka harapkan, maka perlu adanya kode etik akuntan, termasuk kode etik bagi akuntan publik. Dengan adanya kode etik, para akuntan publik dapat menentukan mana perilaku yang pantas (etis) ia lakukan dan mana yang tidak
pantas ( tidak etis). Penetapan kode etik oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi di Indonesia, merupakan upaya dalam rangka penegakan etika, dalam hal ini khususnya bagi akuntan publik. Berkembangnya profesi akuntan publik, telah banyak diakui oleh berbagai kalangan masyarakat. Sedikit tidaknya masyarakat dunia usaha telah menggantungkan kebutuhan bisnisnya dengan jasa akuntan publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul pula suatu fenomena baru di tengah kehidupan bisnis masyarakat kita akhir-akhir ini. Meskipun IAI sudah menetapkan kode etik bagi akuntan termasuk akuntan publik, tetapi masih tetap ada pelanggaranpelanggaran etika. Adanya pelanggaran-pelanggaran etika ini tentu saja menimbulkan krisis kepercayaan terhadap profesi akuntan publik itu sendiri. Ini merupakan tantangan bagi akuntan publik pada masa yang akan datang untuk tetap mempertahankan citra profesinya di mata masyrakat. Oleh karena itu sudah sewajarnya diperlukan penegakan etika bagi akuntan publik, terlebih lagi setelah munculnya krisis kepercayaan tersebut. Dengan adanya penegakan etika, diharapkan mampu menghilangkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.

Etika & Profesional Akuntan Publik
(Mudrika Alamsyah Hasan)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut.
1. Sejauhmana perlunya penegakan etika bagi akuntan publik.
2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap penegakan etika akuntan publik.

3. Bagaimana tanggung jawab IAI dalam upaya penegakan etika profesi akuntan, khususnya akuntan publik.

TINJAUAN TEORITIS

Etika, Profesi dan Peran Kode Etik
            Di Indonesia etika diterjemahkan menjadi kesusilaan karena sila berarti dasar, kaidah atau aturan, sedangkan su berarti baik, benar dan bagus. Selanjutnya, selain kaidah etika masyarakat juga terdapat apa yang disebut dengan kaidah profesional yang khusus berlaku dalam kelompok profesi yang bersangkutan. Oleh karena merupakan konsensus, maka etika tersebut dinyatakan secara tertulis atau formal dan selanjutnya disebut “kode etik”. Sifat sanksinya juga moral psikologik, yaitu
dikucilkan atau disingkirkan dari pergaulan kelompok profesi yang bersangkutan
(Arens :2008).
            Chua et al, (dalam jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2000), dalam konteks etika profesi, mengungkapkan bahwa etika profesional juga berkaitan dengan perilaku moral. Dalam hal ini perilaku moral lebih terbatas pada pengertian yang diliputi kekhasan pola etis yang diharapkan untuk profesi tertentu. Dengan demikian, yang dimaksud etika dalam konteks makalah ini adalah tanggapan atau penerimaan seseorang terhadap suatu peristiwa moral tertentu melalui proses penentuan yang kompleks dengan penyeimbangan pertimbangan sisi dalam (inner) dan sisi luar (outer) yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran dari masing-masing individu, sehingga dia dapat memutuskan tentang apa yang harus dilakukannya dalam situasi tertentu.
            Keberadaan kode etik yang menyatakan secara eksplisit beberapa kriteria tingkah laku yang khusus terdapat pada profesi, maka dengan cara ini kode etik profesi memberikan beberapa solusi langsung yang mungkin tidak tersedia dalam teori-teori yang umum. Di samping itu dengan adanya kode etik, maka para anggota profesi akan lebih memahami apa yang diharapkan profesi terhadap anggotanya. Kewajiban untuk mematuhi kode etik ini berlaku untuk semua akuntan, termasuk
akuntan publik.
            Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Etis Akuntan Publik  Griffin dan Ebert (1998) mendefinisikan perilaku etis sebagai perilaku yang sesuai dengan norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat dan yang membahayakan. Mc-Conell (dalam Nurhayati 1998), menyatakan bahwa perilaku kepribadian merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, karakteristik yang
dimaksud meliputi : sifat, kemampuan, nilai, keterampilan, sikap serta intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang. Jadi perilaku merupakan perwujudan atau manifestasi karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
            Dalam hubungannya dengan akuntan publik, berdasarkan Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (edisi 2001) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang memungkinkan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan, termasuk
akuntan publik. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1.      Faktor Posisi / Kedudukan.
Ponemon (1990) menunjukkan bahwa semakin tinggi posisi / kedudukan di KAP ( dalam hal ini Partner dan Manajer) cenderung memiliki pemikiran etis yang rendah, sehingga berakibat pada rendahnya sikap dan perilaku etis mereka.
2.      Faktor imbalan yang diterima ( berupa gaji / upah dan penghargaan /insentif)
Pada dasarnya seseorang yang bekerja, mengharapkan imbalan yang sesuai dengan pekerjaannya. Karena dengan upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka akan timbul pula rasa gairah kerja yang semakin baik dan ada kecenderungan untuk bekerja secara jujur disebabkan ada rasa timbal balik yang selaras dan tercukupi kebutuhannnya. Selain gaji/upah, seseorang yang bekerja membutuhkan penghargaan atas hasil karya yang telah dilakukan, baik penghargaan yang bersifat materil maupun non materil. Jika ia mendapatkan penghargaan sesuai dengan karyanya maka si pekerja akan berbuat sesuai aturan kerja dalam rangka menjaga citra profesinya baik di dalam maupun diluar pekerjaannya .
3.      Faktor Pendidikan (formal, nonformal dan informal)
Sudibyo (1995 dalam Khomsiyah dan Indriantoro 1997) menyatakan bahwa pendidikan akuntansi (pendidikan formal) mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etis akuntan publik.
4.      Faktor organisasional (perilaku atasan, lingkungan kerja, budaya organisasi, hubungan dengan rekan kerja). Komitmen atasan merupakan wibawa dari profesi, bila atasan tidak memberi contoh yang baik pada bawahan maka akan menimbulkan sikap dan perilaku tidak baik dalam diri bawahan sebab ia merasa bahwa atasannya bukanlah pemimpin yang baik (Anaraga 1998). Lingkungan kerja turut menjadi faktor yang mempengaruhi etika individu. Lingkungan kerja yang baik akan membawa pengaruh yang baik pula pada segala pihak, termasuk para pekerja, hasil pekerjaan dan perilaku di dalamnya.
5.      Faktor Lingkungan Keluarga
Pada umumnya individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis/ searah dengan sikap dan perilaku orang-orang yang dianggapnya penting (dalam hal ini anggota keluarga). Kecenderungan ini antara lain di motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik. Jadi jika lingkungan keluarga bersikap dan berperilaku etis, maka yang muncul adalah sikap dan perilaku etis pula (Azwar 1998 : 32 ).
6.      Faktor Pengalaman Hidup
Beberapa pengalaman hidup yang relevan dapat mempengaruhi sikap etis apabila pengalaman hidup tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Apabila seseorang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman masa lalunya maka akan menumbuhkan sikap dan perilaku yang semakin etis .
7.      Faktor Religiusitas
Agama sebagai suatu sistem, mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena ia meletakkan dasar konsep moral dalam individu. Setiap agama mengajarkan konsep sikap dan perilaku etis, yang menjadi stimulus dan dapat memperteguh sikap dan perilaku etis.
8.      Faktor Hukum (sistem hukum dan sanksi yang diberikan).
Kasir (1998), berpendapat bahwa hukum yang berlaku pada suatu profesi hendaklah mengandung muatan etika agar anggota profesi merasa terayomi. Demikian halnya dengan sanksi yang dikenakan harus tegas dan jelas sehingga anggota cenderung tidak mengulang kesalahan yang sama dalam kesempatan yang berbeda.
9.      Faktor Emotional Quotient (EQ).
EQ adalah bagaimana seseorang itu pandai mengendalikan perasaan dan emosi pada setiap kondisi yang melingkupinya. EQ lebih penting dari pada IQ. Bagaimanapun juga seseorang yang cerdas bukanlah hanya cerdas dalam hal intelektualnya saja, tetapi intelektualitas tanpa adanya EQ dapat melahirkan perilaku yang tidak etis (Goleman, 1997). Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa sikap akan menentukan warna atau corak tingkah laku seorang untuk berperilaku etis dan tidak etis.

Upaya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Terhadap Penegakan Etika Akuntan Publik.

            Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik (Arens :2008).
            Al-Haryono Yusuf (2001) menyatakan bahwa kode etik Ikatan Akuntan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam kongres VIII Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) di Jakarta pada tahun 1998, terdiri dari.
1.      Prinsip Etika
Terdiri dari 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
2.      Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
Terdiri dari independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
3.      Interpretasi Aturan Etika.
Interpretasi aturan etika merupakan panduan dalam menerapkan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannnya. Di Indonesia, penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Reiew Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik-IAI, Dewan Pertimbangan Profesi-IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP. Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Berdasarkan laporan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat IAI dalam kongres IAI, pelanggaran terhadap kode etik dan sengketa secara umum meliputi sebagai berikut :
a.    Kongres V (1982-1986), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
b.    Kongres VI (1986-1994), meliputi: publikasi, pelanggaran obyektivitas dan komunikasi.
c.    Kongres VII (1994-1994 ), meliputi: standar teknis, komunikasi dan publikasi.
d.   Kongres VIII (1990-1994), meliputi: obyektivitas, komunikasi, standar teknis dan kerahasiaan.

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan publik masih Tetap ada. Hal ini terlihat dari laporan Dewan Kehormatan IAI untuk tiap-tiap periode selalu menunjukkan adanya kasus pelanggaran etika.

Kasus : Audit Bank

            Saat ini para auditor independen sejumlah bank bermasalah diajukan ke Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP) IAI (Ikatan Akuntan Indonesia). Vonis dari badan ini, apabila berupa sanksi pemberhentian sementara atau tetap, otomatis berpengaruh terhadap izin praktek yang dikeluarkan oleh Menkeu.
            Salah satu persyaratan izin praktek adalah keharusan sebagai anggota IAI. Kalau keanggotaannya diberhentikan sementara, otomotis Menkeu juga akan memberhentikan sementara yang bersangkutan. Sejauh ini memang belum pernah ada sanksi sampai pencabutan keanggotaan. Hal ini karena belum ada kasus yang sedemikian berat. Namun, sanksi pemberhentian sementara sudah cukup sering dikeluarkan.
            Sementara itu sepuluh akuntan publik belum lama ini telah diberi sanksi peringatan oleh pihak Departemen Keuangan RI. “Hasil evaluasi menunjukkan bahwa ada 10 akuntan publik yang melanggar standar audit dan kepada mereka telah digunakan sanksi peringatan”.
            Depkeu dapat memberikan sanksi peringatan, pembekuan izin, dan pencabutan izin kepada akuntan publik dan kantor akuntan publik (KAP). Sanksi peringatan dikenakan sebanyak tiga kali berturut-turut dengan selang waktu maksimal enam bulan. Setelah peringatan ketiga tidak ada perbaikan dalam waktu sebulan, jatuh sanksi pembekuan izin. Jika penyebab dari sanksi pembekuan izin tidak juga diatasi sampai berakhirnya sanksi, izin akuntan publik dan atau KAP bersangkutan dicabut.
            Tindakan yang diambil baik oleh BP2AP maupun Depkeu itu merupakan tindak lanjut atas “ribut-ribut”nya ICW (Indonesian Corruption Watch). ICW menemukan adanya berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh para akuntan publik tatkala mengaudit bank-bank bermasalah untuk tahun buku 1995, 1996, dan 1997. Ada 10 KAP yang melakukan audit terhadap 36-dari 38-bank yang kemudian dibekukan kegiatan usahanya (BBKU).
            Dari hasil pengolahan data yang diberikan oleh ketua tim investigasi ICW, Agam Fatchurrochman, bisa disimpulkan, antara lain, bahwa hampir semua ( 9 KAP) tidak melakukan pengujian yang memadai atas suatu rekening, dokumentasi audit pada umumnya kurang memadai (7 KAP), dan ada satu auditor yang tidak paham peraturan perbankan tetapi menerima penugasan audit terhadap bank.

PEMBAHASAN

            Pada Bab ini, penulis melakukan pembahasan mengenai kasus yang ada pada point no. 2.4 yaitu tentang “ Audit Bank”. Adapun uraian pembahasan berdasarkan kepada latar belakang masalah dan tinjauan teoritis yang ada pada Bab II. Dengan pembahasan kasus ini, nantinya akan membantu menjawab permasalahan yang ada pada identifikasi masalah.
            Etika menjadi kebutuhan penting bagi semua profesi yang ada, termasuk profesi akuntan, khususnya akuntan publik. Dalam kaitannya dengan profesi, etika tersebut mencakup prinsip perilaku untuk orang-orang profesional yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun untuk tujuan idealistis.
            Di samping itu, kode etik tersebut akan berpengaruh besar terhadap reputasi serta kepercayaan masyarakat pada profesi yang bersangkutan. Jika anggota profesi seperti para akuntan publik, menjalankan kode etik sesuai dengan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam aturan etika kompartemen akuntan publik, penulis yakin dengan sepenuhnya tidak akan ada lagi penilaian dari masyarakat yang akhir-akhir ini menuduh akuntan sebagai penyebab terjadinya
krisis ekonomi (Media Akuntansi : 1999). Adanya tuduhan tersebut tentu saja menimbulkan berbagaai respon dikalangan masyarakat, ada yang pro dan ada yang kontra. Terlepas dari pro dan kontra, kalau seandainya kita mau mengintrospeksi diri masing-masing, akan mencoba melihat realita. Yang jelas kalau sudah adanya tuduhan seperti itu terhadap akuntan publik, tanpa memandang fakta itu valid atau tidak seperti yang dikemukakan pada Media Akuntansi tersebut, sedikit tidaknya masyarakat sudah mulai kurang percaya terhadap mutu pekerjaan akuntan, termasuk akuntan publik. Kalau fenomena seperti ini sudah ada, ini tentu seharusnya menjadi bumerang bagi para akuntan, khususnya akuntan publik. Sebenarnya adanya krisis kepercayaan ini sungguh tidak kita harapkan. Tetapi kita juga harus bisa menyadari, bahwa masyarakat pengguna jasa lah yang menilai kita.
            Melihat kasus yang menimpa 10 akuntan publik seperti yang diberitakan oleh Warta Ekonomi (edisi 13 Agustus 2001), itu merupakan suatu bukti bahwa tuduhan masyarakat selama ini terhadap mutu pekerjaan akuntan benar adanya, berdasarkan hasil evaluasi menunjukkan bahwa ada 10 akuntan publik yang melanggar standar audit dan kepada mereka telah dikenakan sanksi peringatan.
            Kasus tersebut walaupun menimpa sebagian akuntan publik, tapi sudah mencemarkan profesi akuntan publik itu sendiri. Berkaitan dengan etika, akuntan publik juga dituntut untuk mempunyai rasa tanggung jawab dalam memberikan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum. Dalam memberikan pendapat atau menolak untuk memberikan pendapatnya, akuntan publik harus berpedoman pada standar auditing
yang ada. Berdasarkan kasus yang ada, masyarakat sudah kurang percaya denganopini yang diberikan akuntan publik. Hal ini cukup beralasan sekali, setelah akuntan mengeluarkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap bank-bank yang bermasalah, tidak lama sejumlah bank tersebut ada yang dilikuidasi. Isu tersebut dilemparkan sedemikian rupa, seolah-olah akuntan publik dari semua bank tersebut bermasalah. Kalau kita mau jujur, sebenarnya kesalahan itu tidak sepenuhnya ada pada akuntan publik. Karena secara logika, tidak mungkin akuntan publik mempunyai peran yang begitu hebat bisa menghancurkan bank. Padahal pekerjaan akuntan publik itu cuma melakukan pemeriksaan, dan dari hasil pemeriksaan itu kemudian memberikan opini, apakah laporan keuangan yang disusun perusahaan sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Kita harus menyadari bahwa laporan keuangan itu adalah tanggung jawab manajemen. Akuntan publik hanya mengecek apakah laporan keuangannya sudah disajikan secara benar.
            Menurut penulis kepercayaan masyarakat terhadap akuntan kita, baik oleh pemerintah maupun aparat-aparatnya, atau profesi-profesi lainnya, memang rendah. Dari sisi kemampuan dan keahlian para akuntan publik lokal tidaklah jelek, sebab masalah sebenarnya adalah mental. Kita tidak bisa menyatakan bahwa akuntan publik itu bagus semua, memiliki etika semua. Karena yang namanya akuntan publik hidup dalam lingkungan yang berlumpur sudah tentu berlumuran juga. Tapi jangan dikatakan bahwa seluruh akuntan publik jelek.
            Kembali lagi kepada permasalahan krisis kepercayaan ini, adanya isu-isu selama ini yang oleh pihak akuntan mengatakan bahwa ini merupakan kambing hitam oleh pihak lain terhadap akuntan publik, merupakan tantangan bagi akuntan publik pada masa yang akan datang untuk membuktikan mereka sudah bekerja sesuai dengan etika profesi.
            Akhirnya semua ini akan tergantung kepada akuntan itu sendiri secara individu. Bagaimana kesiapan mental yang harus dimiliki di tengah gunjang-ganjing krisis kepercayaan masyarakat terhadap mutu pekerjaan akuntan publik ini. Sudah sewajarnya masing-masing akuntan publik itu dapat mengukur sejauh mana ia sudah berperilaku etis, sehingga ia tetap dapat eksis di tengah-tengah masyarakat.
            Mengingat begitu pentingnya etika, maka dalam rangka penegakan etika akuntan publik kita perlu mengetahui faktor-faktor apa sebenarnya yang berpengaruh terhadap penegakan etika tersebut. Dengan demikian kita tidak akan langsung menuduh siapa yang salah dan siapa yang tidak. Berbagai faktor yang bisa mempengaruhi etika individu seorang akuntan publik di Indonesia, seperti:
penegakan hukum, kode etik yang dibuat oleh IAI, sistem pengendalian mutu, kurikulum pendidikan etika, sertifikasi etika bagi akuntan publik, pendidikan profesi berkelanjutan, review teman sejawat dan kualitas, seminar etika, penelitian etika terpublikasi, pembuatan buku-buku etika dan penegakan etika dalam kantor akuntan publik.
            Berkaitan dengan upaya penegakan etika, sebenarnya IAI sudah berusaha melakukan berbagai upaya, termasuk salah satunya yaitu menetapkan kode etik. Tetapi walaupun sudah ada kode etik, tetap saja ada pelanggaran-pelanggaran etika. Hal ini memang tidak bisa dipungkiri lagi. Menurut penulis, kesalahan tersebut sebenarnya ada karena kesalahan sistem. Kesalahan tersebut akan menimpa diri pribadi akuntan publik itu sendiri maupun IAI beserta perangkatperangkatnya
sebagai organisasi profesi.
            Kesalahan pertama, pendidikan di Indonesia selama ini terlalu menekankan arti pentingnya nilai akademik dan kecerdasan otak saja. Pengajaran tentang integritas, kejujuran, komitmen dan keadilan diabaikan, sehingga terjadilah krisis ekonomi, krisis moral dan krisis kepercayaan. Di Indonesia, masyarakat baru sadar tentang pentingnya perilaku etis (etika profesi) setelah terjadinya krisis ekonomi, krisis moral dan krisis kepercayaan. Karena kesalahan sistem pendidikan inilah,
walaupun secara profesi IAI sudah bertanggung jawab penuh dengan menetapkan kode etik, tetap saja secara individu akuntan publik itu bisa berperilaku tidak etis karena sistem pendidikan secara mendasar sudah salah, oleh karena itu diharapkan pada masa yang akan datang IAI- Kompartemen Akuntan Publik dapat bekerja sama lebih baik lagi dengan Kompartemen Akuntan Pendidik dalam membuat kurikulum, pendidikan etika harus mendapatkan porsi yang lebih besar. Selain itu juga diupayakan untuk melaksanakan pendidikan profesi berkelanjutan, dalam rangka meningkatkan kompetensi dan memahami tentang standar-standar auditing yang baru termasuk etika profesi. Seperti kasus audit bank bermasalah,

Etika & Profesional Akuntan Publik
(Mudrika Alamsyah Hasan)

            berdasarkan laporan ICW ada satu auditor yang tidak paham peraturan perbankan tetapi menerima penugasan audit terhadap bank. Hal ini tentu saja melanggar etika. Karena seorang akuntan publik harus melaksanakan penugasan berdasarkan kompetensinya. Kalau akuntan publik itu tidak paham tentang peraturan perbankan, sebaiknya ia tidak menerima penugasan. Lebih baik akuntan publik itu mengundurkan diri dari penugasan. Dan ini bukan merupakan suatu hal yang tidak wajar. Akan tetapi lebih bijaksana dari pada ia menerima penugasan, tetapi tidak paham tentang hal penugasan itu, sehingga dalam praktiknya terjadi pelanggaran (malpraktik). Ini merupakan kesalahan fatal, yang menyebabkan jatuhnya reputasi KAP-nya khususnya , dan IAI pada umumnya.
            Kesalahan kedua, penegakan hukum masih lemah dan tumpang tindih. Kalau melihat dasar hukumnya, sebenarnya sudah cukup kuat, kalau memang hasil kerja akuntan publik merugikan suatu pihak, bisa dilakukan tuntutan secara perdata. Jadi ada sanksi profesi karena pelanggaran terhadap etika profesi. Sampai saat ini, baik Depkeu maupun IAI sendiri belum menerapkan sanksi yang berat. Alasannya karena belum ada kasus yang sedemikian berat. Namun sanksi pemberhentian sementara sudah cukup sering dikeluarkan. Menurut penulis, karena sanksi yang ringan inilah, membuat para akuntan publik tidak jera-jera melakukan kesalahan. Sehingga selalu saja ada pelanggaran. Kalau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota IAI belum sedemikian berat, lalu apa sebenarnya yang menjadi tolak ukur ringan atau beratnya suatu kasus pelanggaran? Jadi menurut penulis masalah
penegakan hukum masih lemah, sebaiknya Depkeu maupun IAI perlu menindak tegas terhadap akuntan publik yang jelas-jelas melanggar etika. Tentu saja penegakan hukum yang kita inginkan adalah yang sesuai dengan prosedural dan hendaknya dirancang suatu dasar hukum yang berat (tegas) sehingga orang menjadi tidak berani melanggar atau bermain-main dengan peraturan.
            i samping masih lemahnya penegakan hukum, juga masih terlihat adanya tumpang tindih dalam proses penyelesaian pelanggaran etika, padahal secara prosedural sistemnya sudah bagus (tidak overlapping). Tetapi dalam prakteknya tidak demikian. Hal ini seperti dalam kasus audit bank yang sedang dibahas ini. IAI sudah mengatakan kalau pihak Depkeu melihat keragu-raguan, kecurigaan dalam pekerjaan audit, seharusnya masalahnya dibawa ke lembaga profesi (IAI) dan akan diproses. Namun Depkeu tidak bersedia. Baru setelah kasus timbul, setelah ICW ribut, dilimpahkan ke IAI. Dalam pandangan IAI , ada beberapa kelemahan dalam ketentuan perizinan KAP, terutama menyangkut sanksi yang dibuat oleh Menkeu. Kelemahannya sedemikian rupa sehingga diragukan apakah Menkeu mempunyai wewenang untuk langsung memberikan sanksi berat. Pemberian sanksi inipun menjadi perdebatan tersendiri di Depkeu.
            Sementara itu ICW menilai, selama ini Kompartemen Akuntan Publik IAI kerap cuma memberikan sanksi berupa peringatan tertulis. Padahal, mereka bisa mengeluarkan auditor dari keanggotaan. Begitu pula pihak Ditjen Lembaga Keuangan Depkeu.
            Oleh karena itu untuk mengantisipasi masalah ini lebih jauh, IAI sedang membuat suatu progam untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan dengan harapan akuntan publik bakal menyadari bahwa kalau dia melanggar peraturan atau melakukan sesuatu yang tidak benar, kemungkinan untuk diketahui besar.
            Menurut penulis, yang penting ada pengaduan. Di Indonesia kerap terjadi pihak yang dirugikan cuma berkoar-koar memberi pernyataan sana-sini, tetapi tidak pernah laporan. Sejauh ini IAI belum bisa proaktif. Yang jelas, selama akuntan publik sudah melaksanakan tugasnya sesuai SPAP, maka yang bersangkutan terbebas dari sanksi apapun. Jika diberi sanksi, ini bisa diartikan bahwa akuntan publik lalai dalam melaksanakan SPAP. Yang pasti, BP2AP sedang meneliti
pekerjaan para akuntan publik yang melanggar etika dalam kasus audit bank. Badan ini butuh waktu untuk memperoleh data dari BPKP. Seandainya akuntan publik yang dikenai sanksi merasa tidak puas, dia bisa melakukan banding ke Majelis Kehormatan. Apapun keputusan yang ditetapkan oleh Majelis Kehormatan, sifatnya final.


PENUTUP

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Etika profesi mendapat tempat yang sangat istimewa dan mendasar bagi kehidupan profesional seseorang akuntan. Sistem yang tidak dapat ditawartawar dan harus dikembangkan adalah prinsip independen, objektif dan due profesional care.
2.      Penegakkan etika profesional merupakan kunci untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat terhadap jasa yang diberikan oleh akuntan publik, apabila etika profesi yang menjadi landasan bagi akuntan publik tidak dijalankan semestinya maka akan berdampak kepada munculnya masalah berupa ketidakpercayaan masayarakat terhadap jasa profesional yang diberikan.
3.      Penegakan etika bagi akuntan publik yang lebih baik lagi merupakan suatu tantangan yang berat baik bagi IAI sendiri maupun anggotanya (dalam hal ini akuntan publik) pada masa yang akan datang sehubungan dengan adanya krisis kepercayaan terhadap mutu pekerjaan akuntan publik.
4.      Penegakan etika akuntan publik masih terkendala dalam pelaksanaannya  karena adanya kesalahan sistem pendidikan, lemahnya penegakan hukum dan adanya tumpang tindih dalam praktek penyelesaian pelanggaran, yang seharusnya tidak terjadi.
5.      IAI selaku organisasi profesi terus berusaha menciptakan suatu terobosan baru dalam upaya penegakan etika sesuai dengan tuntutan masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA

Arfan Ikhsan Lubis dan ayu Oktaviani, 2003, Upaya Memperbaiki Kemerosotan Citra Akuntan, Edisi     32 April, Media Akuntansi, PT. Intama Artha Indonesia

Arens, Alvin A. Randal J.Elder, Mark S.Beasley, 2008. Auditing and Assurance Services and ACL           Software. 12 th Edition. New Jersey : Prentice Hall.

Jusuf, Al Haryono, 2001. Auditing (Pengauditan), Cetakan Pertama, Bagian Penerbitan STIE –    YKPN, Yogyakarta 2001

Ikatan Akuntan Indonesia, 2000. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Jakarta, Edisi Juli 2000,

_____________, 2001 Kumpulan Artikel Dan Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Jakarta, edisi 2001

Warta Ekonomi,2001. Audit Bank, Jakarta,Edisi 13 Agustus 2001

Wuryan Andayani, 2002, Etika Profesi, Tanggung Jawab Auditor dan Pencegahan Kecurangan   dengan Teknologi Baru, Media Akuntansi Edisi 23 Januari, PT. Intama Artha Indonesia


TUGAS 2 ( MENULIS LAPORAN ILMIAH DAN RANCANGAN USULAN PENELITIAN )


LAPORAN ILMIAH


1. Pengertian Laporan Ilmiah
Laporan ialah suatu wahana penyampaian berita, informasi, pengetahuan, atau gagasan dari seseorang kepada orang lain. Laporan ini dapat berbentuk lisan dan dapat berbentuk tulisan. Laporan yang disampaikan secara tertulis merupakan suatu karangan. Jika laporan ini berisi serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh dari hasil penelitian, pengamatan ataupun peninjauan, maka laporan ini termasuk jenis karangan ilmiah. Dengan kata lain, laporan ilmiah ialah sejenis karangan ilmiah yang mengupas masalah ilmu pengetahuan dan teknologi yang sengaja disusun untuk disampaikan kepada orang-orang tertentu dan dalam kesempatan tertentu.

Dasar Membuat Laporan Ilmiah

Ada beberapa hal yang mendasari dalam pembuatan Laporan Ilmiah. Diantaranya :



  • Kegiatan menulis laporan ilmiah merupakan kegiatan utama terakhir dari suatu kegiatan ilmiah.
  • Laporan ilmiah mengemukakan permasalahan yang ditulis secara benar, jelas, terperinci, dan ringkas.
  • Laporan ilmiah merupakan media yang baik untuk berkomunikasi di lingkungan akademisi atau sesama ilmuwan.
  • Laporan ilmiah merupakan suatu dokumen tentang kegiatan ilmiah dalam memecahkan masalah secara jujur, jelas, dan tepat tentang prosedur, alat, hasil temuan, serta implikasinya.
  • Laporan ilmiah dapat digunakan sebagai acuan bagi ilmuwan lain sehingga syarat-syarat tulisan ilmiah berlaku juga untuk laporan.


2. Jenis-jenis Laporan Ilmiah

Dari beberapa sumber yang ada, terdapat 3(tiga) jenis Laporan Ilmiah yaitu sebagai berikut :

a. Laporan Lengkap (Monograf)



  • Menjelaskan proses penelitian secara menyeluruh.
  • Teknik penyajian sesuai dengan aturan (kesepakatan) golongan profesi dalam bidang ilmu yang bersangkutan.
  • Menjelaskan hal-hal yang sebenarnya yang terjadi pada setiap tingkat analisis.
  • Menjelaskan (juga) kegagalan yang dialami,di samping keberhasilan yang dicapai.
  • Organisasi laporan harus disusun secara sistamatis (misalnya :judul bab,subbab dan seterusnya,haruslah padat dan jelas).

b. Artikel Ilmiah



  • Artikel ilmiah biasanya merupakan perasan dari laporan lengkap.
  • Isi artikel ilmiah harus difokuskan kepada masalah penelitian tunggal yang obyektif.
  • Artikel ilmiah merupakan pemantapan informasi tentang materi-materi yang terdapat dalam laporan lengkap.

c. Laporan Ringkas
Laporan ringkas adalah penulisan kembali isi laporan atau artikel dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti dengan bahasa yang tidak terlalu teknis (untuk konsumsi masyarakat umum).

3. Fungsi Laporan Ilmiah
Laporan penelitian mengkomunikasikan kepada pembaca seperangkat data dan ide spesifik. Ide spesifik. Spesifik tersebut disampaikan secara jelas dan cukup rinci agar dapat dievaluasi.
Laporan Ilmiah harus dilihat sebagai sumbangan dalam khasanah ilmu pengetahuan.
Laporan Ilmiah harus berfungsi sebagai stimulator dan mengarahkan pada penelitian selanjutnya.


4. macam-macam laporan
a.laporan berbentuk formulir isian
laporan ini biasanya telah disiapkan blanko daftar isian yang diserahkan pada tujuan yang akan dicapai.

b. laporan berbentuk surat
laporan yang bentuk surat prinsipnya sama dengan surat biasa perbedaannya terlatak pada isi dan panjang surat.

c. laporan berbentuk memorandum
laporan berbentuk memo atau catatan pendek lebih singkat dibanding surat.laporan ini sering digunakan dalam lingkungan organisasi/lembaga/antara atasan dan bawahan dalam suatu hubungan kerja.

d. laporan perkembangan dan keadaan
laporan perkembangan adalah laporan yang bertujuan untuk menyampaikan perkembangan,perubahan yang sudah dicapai dalam usaha untuk mencapai tujuan/sasaran yang telah ditentukan tujuannya untuk menyebarkan kondisi yang ada pada saat laporan itu dibuat.

e. laporan berkela
laporan berkela dibuat secara rutin (harian,mingguan,bulanan,tahunan) misalnya laporan keuangan,produksi dan peningkatan prestasi.

f. laporan laboratoris/hasil penelitian
laporan laboratoris tujuannya untuk menyampaikan hasil dari percobaan/penelitian yang dilakukan dilaboratorium.

g. laporan formal/semi formal
laporan formal ialah laporan yang memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu/sistematika baku sebuah laporan ilmiah.jika tidak lengkap menjadi laporan semi formal.

5. Ciri - Ciri Laporan yang baik

Laporan yang baik mendukung beberapa hal antara lain:



  • Penggunaan bahasa yang ilmiah (baku). 
  • Dalam penulisan laporan hanya menerima tulisan dengan jenis perintah bukan tanya.
  • Laporan disertakan dengan identifikasi masalah
  • Data yang lengkap sebagai pendukung laporan
  • Adanya kesimpulan dan saran
  • Laporan dibuat menarik dan juga interaktif

6. Syarat Laporan Ilmiah

Suatu karya dapat dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat sebagai berikut :

  1. Penulisannya berdasarkan hasil penelitian, disertai pemecahannya
  2. Pembahasan masalah yang dikemukakan harus obyektif sesuai realita/ fakta
  3. Tulisan harus lengkap dan jelas sesuai dengan kaidah bahasa, Pedoman Umum
  4. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), serta Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI)
  5. Tulisan disusun dengan metode tertentu
  6. Tulisan disusun menurut sistem tertentu
  7. Bahasanya harus lengkap, terperinci, teratur, ringkas, tepat, dan cermat sehingga tidak terbuka kemungkinan adanya ambiguitas, ketaksaan, maupun kerancuan.


RANCANGAN USULAN PENELITIAN


A.    Manfaat Rancangan Usulan Penelitian

Pengertian penelitian mengandung 2 manfaat penelitian, yaitu: maanfaat teoritis dan manfaat praktis.

a.       Manfaat Teoritis
Penelitian yang bertitik tolak dari meragukan suatu teori tertentu disebut penelitian verikatif. Keraguan terhadap suatu teori, muncul jika teori yang bersangkut tidak bisa lagi menjelaskan peristiwa-peristiwa aktual yang dihadapi. Pengujian terhadap teori tersebut dilakukan melalui penelitian empiris, dan hasilnya bisa menolak atau mengukuhkan, atau merevisi teori yang bersangkutan.
b.      Manfaat Praktis
Pada sisi lain, penelitian bermanfaat pula untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Hampir semua lembaga yang ada di masyarakat, baik lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta, menyadari manfaat ini dengan menempatkan penelitian dan pengembangan sebagai bagian integral dalam organisasi mereka.

Kedua manfaat penelitian tersebut merupakan syarat dilakukannya suatu penelitian, sebagaimana dinyatakan dalam rancangan (desain) penelitian.

B.     Bentuk dan Isi Penelitian


Isi laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup.

1.      Bagian Pendahuluan

a. Judul
b. Kata Pengantar
c. Daftar Isi

2.      Bagian Isi
a. Pendahuluan
b. Bahan dan Metode
c. Hasil Kegiatan
d. Pembahasan

3.      Bagian Penutup

a. Daftar Pustaka
b. Lampiran

Berikut ini adalah beberapa langkah penulisan laporan ilmiah yang patut diperhatikan:
1)      Tuliskan outline secara sederhana dengan mengatur topik-topik dalam urutan yang logis, konsisten, dan sistematis.
2)      Kembangkan outline tersebut dengan cara memberikan judul, subjudul, bagian, dan subbagian.
3)      Tuliskan hal yang akan diuraikan pada setiap judul, subjudul, bagian, dan subbagian.
4)      Cantumkan pada setiap judul, subjudul, bagian, dan subbagian beberapa tabel, grafik, gambar, atau analisis statistik yang dapat melengkapi argumentasi dalam bahasan.
5)      Penulisan laporan mengacu pada outline yang sudah dilengkapi dengan tabel, grafik, gambar, atau analisis statistik lain.
6)      Pada awal menulis, jangan terlalu memperhatikan gaya bahasa yang digunakan karena penulis harus langsung menuju sasaran untuk menyelesaikan draft pertama dari laporan lengkap.
7)      Gaya bahasa, sebaiknya, diperbaiki setelah draft pertama dari laporan lengkap selesai ditulis, dengan memerhatikan:
·         konsistensi dan kesinambungan materi
·         menghilangkan pengulangan makna kalimat agar kalimat menjadi jelas dan tulisan menjadi ringkas dan
·          memperhatikan cara penulisan rujukan.



Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan saat penulisan rujukan atau daftar pustaka.

Laporan ilmiah, biasanya, dilengkapi dengan daftar pustaka. Daftar pustaka berisi daftar buku-buku atau referensi yang dijadikan rujukan dalam laporan ilmiah.

Berikut cara penulisan daftar pustaka.
1)      Nama penulis dalam daftar pustaka dituliskan secara terbalik.
Artinya, nama belakang ditulis di awal. Lalu, diikuti nama depannya. Cara penulisan ini berlaku secara internasional, tanpa mengenal tradisi dan kebangsaan.
Contoh:
Mochtar Lubis ditulis Lubis, Mochtar.
Djago Tarigan ditulis Tarigan, Djago.

2)      Jika sumber buku tersebut ditulis oleh dua orang, nama pengarang dituliskan semuanya, tetapi nama yang penulisannya dibalikkan hanya nama penulis yang pertama.
Contoh:
Sofia, Adib dan Sugihastuti. 2003. Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam Layar Terkembang. Bandung: Katarsis.
3)      Jika sumber buku tersebut ditulis oleh lebih dari dua orang, yang ditulis hanya nama penulis pertama dan diikuti dengan et all. (et allii = dan lain-lain) atau dan kawan-kawan (dkk.).
Contoh:
Elias, Maurice J. (dkk.) 2002. Cara-Cara Efektif Mengasah EQ Remaja. Bandung: Kaifa.
4)      Penulisan judul buku digarisbawahi atau dicetak miring.
5)      Urutan penulisan daftar pustaka disusun berdasarkan abjad penulis setelah nama penulis dibalik. Dalam daftar pustaka, tidak perlu digunakan nomor urut.
6)      Baris pertama diketik mulai ketukan pertama dari batas tepi margin dan baris berikutnya diketik mulai ketukan kelima atau satu tab dalam komputer.
7)      Jarak antara baris pertama dengan baris berikutnya yang merupakan kelanjutannya adalah spasi rapat. Jarak antara sumber satu dengan sumber lainnya adalah spasi ganda.
Contoh:
Sofia, Adib dan Sugihastuti. 2003. Feminisme dan Sastra: Menguak Citra Perempuan dalam Layar Terkembang. Bandung: Katarsis.
Elias, Maurice J. (dkk.) 2002. Cara-Cara Efektif Mengasah EQ Remaja. Bandung: Kaifa.

Berdasarkan penjelasan tersebut, unsur-unsur dalam Daftar Pustaka dapat kita gambarkan seperti berikut:

Nama Penulis (dibalik). Tahun terbit. Judul buku. Kota terbit: Penerbit.
Selain memperhatikan bagian-bagiannya, perhatikan pula penggunaan
tanda baca. Selain buku, artikel surat kabar, makalah, dan skripsi
atau tesis pun sering dijadikan sumber rujukan karya tulis.
Berikut cara penulisannya dalam Daftar Pustaka :
1) Sumber berupa artikel surat kabar
Cara penulisannya:
Kusmayadi, Ismail. 2007. “Optimistis Menghadapi Ujian
Nasional”. Pikiran Rakyat (18 April 2007).

2) Sumber berupa makalah
Cara Penulisannya:
Harjasudana, Ahmad Slamet. 1999. “Kondisi Kebahasaan dan Pendidikan Bahasa Dikaitkan dengan Pengembangan Kompetensi Komunikatif”. Makalah seminar, UPI Bandung.

3) Sumber berupa skripsi atau tesis
Cara penulisannya:
Rahmawati, Eva. 2007. Pelajaran Membaca Cepat dengan Teknik Browsing (Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Handayani 2 Tahun Pelajaran 2006/2007). Skripsi Sarjana pada FPBS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sekarang, sumber informasi sudah semakin canggih dan lengkap.Teknologi internet telah menyediakan beragam informasi yang mudah untuk diakses. Bagaimana kita menuliskan sumber dari internet di dalam Daftar Pustaka? Berikut cara penulisannya:

1) Jika karya perorangan, cara penulisannya:
Pengarang/penyunting. Tahun. Judul (edisi). [jenis medium].
Tersedia: alamat di internet. [tanggal akses].
Contoh:
Thompson, A. 1998. The Adult and the Curriculum. [Online].
 [30 Maret 2000].
2) Jika artikel dalam surat kabar, cara penulisannya:
Pengarang. (tahun, tanggal, bulan). Judul. Nama surat kabar [jenis media], jumlah halaman. Tersedia: alamat internet [tanggal akses].
Contoh:
Cipto, B. (2000, 27 April). “Akibat Perombakan Kabinet Berulang, Fondasi Reformasi Bisa Runtuh”. Pikiran Rakyat [Online], halaman 8.


C.    CONTOH

contoh laporan ilmiah tentang lumut

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG

Lumut merupakan tumbuhan darat sejati, walaupun masih menyukai tempat yang lembab dan basah. Lumut yang hidup di air jarang kita jumpai, kecuali lumut gambut (sphagnum sp.). Pada lumut, akar yang sebenarnya tidak ada, tumbuhan ini melekata dengan perantaraan Rhizoid (akar semu), olehkaren aitu tumbuhan lumut merupakan bentuk peralihan antara tumbuhan ber-Talus (Talofita) dengan tumbuhan ber-Kormus (Kormofita).Lumut mempunyai klorofil sehingga sifatnya autotrof. Lumut tumbuh di berbagai tempat, yang hidup pada daun-daun disebut sebagai epifil.
Lumut merupakan tumbuhan kecil, lembut. Mereka tidak mempunyai bunga atau biji, dan daun-daun yang sederhananya menutupi batang liat yang tipis. Tumbuhan lumut merupakan tumbuhan pelopor, yang tumbuh di suatu tempat sebelum tumbuhan lain mampu tumbuh. Ini terjadi karena tumbuhan lumut berukuran kecil tetapi membentuk koloni yang dapat menjangkau area yang luas. Jaringan tumbuhan yang mati menjadi sumber hara bagi tumbuhan lumut lain dan tumbuhan yang lainnya.Klasifikasi tradisional menggabungkan pula lumut hati ke dalam Bryophyta.

1.2    RUMUSAN MASALAH

Penulis membatasi laporan ini seputar :
ü  Tumbuhan Lumut
ü  Perkembangan dan pertumbuhan lumut
ü  Pengaruh pemberian cahaya pada tumbuhan lumut

1.3    TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan ini :
ü  Untuk membuktikan perbedaan kecepatan pertumbuhan tumbuhan lumut
ü  Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang makhluk hidup.
ü  Untuk mengetahui dan lebih mengenal tentang tumbuhan lumut.

1.4    MANFAAT PENELITIAN

            Manfaat dari penulisan laporan ini adalah :
ü  Dapat menentukan habitat tumbuhan lumut
ü  Dapat mendeskripsikan proses pertumbuhan tanaman lumut.
ü  Dapat menganalisis masalah yang terjadi  pada proses pertumbuhan.
ü  Dapat memahami keanekaragaman hayati.
ü  Dapat mengembangkan potensi usaha dari kerajinan tumbuhan lumut.

1.5    METODE PENULISAN

Dalam pembuatan laporan ini dilakukan dengan cara :
ü Metode observasi.
ü Membaca beberapa buku di perpustakaan sekolah.
ü Mengumpulkan data dari internet.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1  KAJIAN TEORI

Berdasarkan teori yang ada, beberapa jenis lumut memiliki ruang lingkup kehidupan yang luas, namun beberapa hanya berada pada habitat khusus. Secara umum lumut tidak dapat tumbuh pada habitat kering, kebanyakan hidup pada tempat yang kelembabannya tinggi, dan teduh. Jika dikaji secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa kebanyakan lumut memiliki range ekologi yang agak sempit dan terbatas sehingga tumbuhan lumut mempunyai nilai penting yang cukup besar sebagai indikator habitat tertentu. Faktor biotik yang mempengaruhi kehidupan tumbuhan lumut adalah menyangkut masalah kompetisi diantara tumbuhan lumut itu sendiri, baik untuk mendapatkan makanan maupun untuk tempat hidupnya. Sedangkan faktor abiotiknya meliputi :
ü  Faktor cahaya, Umumnya tumbuhan normal membutuhkan 500 – 1300 lux intensitas cahaya. ( yang akan menjadi bahan percobaan dengan menggunakan sinar matahari )
ü  Faktor temperatur
ü  Faktor Air
Intensitas penghisapan air tergantung pada kandungan air tiap – tiap tumbuhan. Adaptasi tumbuhan lumut dalam pengambilan air :
Endohydric species, air yang diambil berasal dari substrat dan kemudian dihantarkan secara internal ke organ daun atau permukaan evaporasi lainnya (sifat permukaan dari tumbuhan adalah water rapellent/penolak). Umumnya hidup pada substrat yang kaya nutrien, tempat basah, dan poreus (berpori). Contoh : Polytricaceae, Mniaceae,Marchantiaceae, dsb.
Ektohydric species, Air mudah diabsorbsi dan hilang melalui segala permukaan tubuh. Sifat karakteristiknya adalah semua bagian tubuhnya dapat menghisap dan menyimpan air dari udara. Contoh : Grimiaceae, Orthitricaceae, lumut hati berdaun, dsb.
ü  Faktor angin
ü  Faktor edafik, meliputi tanah, humus, dan batuan. Karena lumut hidup umumnya di atas batuan dan tanah yang berhumus, jadi lumut dikatakan bersifat saprofit.

1.2  RUMUSAN HIPOTESIS

Keberadaan tumbuhan lumut disuatu tempat selalu dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi faktor biotik dan abiotik. Tumbuhan lumut jarang ditemukan yang bersifat individu, melainkan hidup berkelompok dan mempunyai bentuk – bentuk kehidupan khusus. Tumbuhan lumut biasanya tumbuh ditempat yang lembab dan berair meskipun begitu lumut juga masih membutuhkan suplai sinar matahari yang cukup, akan tetapi tumbuhan lumut kurang bisa hidup didaerah yang panas dan gersang ditambah lagi mendapat sinar matahari secara langsung, hal ini menyebabkan tumbuhan lumut banyak dijumpai di pinggiran sungai, selokan, maupun pada saluran pembuangan.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian adalah suatu hal yang penting dalam suatu penelitian ilmiah, maka penulis menyusunnya sebagai berikut :
Identifikasi variabel, yakni faktor-faktor yang berpengaruh dalam suatu penelitian. Ada beberapa variabel dalam suatu penelitian. Untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Pengamatan dilakukan terhadap variabel tersebut, dan mengukur variabel yang di pengaruhinya. Sementara itu, variabel yang lain  dibuat tetap (terkontrol) untuk mengisolir fenomena yang dapat berpengaruh terhadap pengamatan tersebut. Ada pun variabelnya sebagai berikut :
1)      Variabel bebas, yaitu sinar cahaya matahari
2)      Variabel tak bebas, yaitu morfologi tumbuhan lumut (pengukuran terhadap luas dari tumbuhan lumut pada media objek)
3)      Variabel terkontrol, yaitu luas kayu, ember, serta volum air
4)      Memilih peralatan yang sesuai dengan penelitian.
5)      Melakukan pengamatan akurat, dalam hal ini adalah melakukan pengamatan terhadap semua objek dalam penelitian pada saat melakukan penelitian terutama pada alat dan bahan agar tujuan dari penelitian dapat dicapai. Pengamatan juga bertujuan untuk mencatat semua hal dan peristiwa yang terjadi pada objek penelitian. Pengamatan dilakukan secara teliti dan akurat dalam setiap fase penelitiannya.
6)      Mengumpulkan data dan hasil penelitian, dalam hal ini pencatatan data harus jelas guna kelancaran penelitian. Pengumpulan data ini bertujuan untuk mengamati setiap perubahan yang terjadi.
7)      Mengolah dan menganalisis data, pengolahan  dan penyajian data penting agar dapat menganalisis data dengan benar. Adapun hal yang harus dianalisis sebagai berikut :
·         Apakah setiap data menghasilkan kurva yang mulus
·         Apakah ada data diluar kurva
·         Apakah data tersebut dapat diabaikan atau ada suatu alasan tertentu mengapa hal ini terjadi.
Ø Kesimpulan, yakni mengenai perumusan mengenai apa yang diperoleh dari suatu penelitian kualitatif.
Ø Membuat laporan kegiatan penelitian, yakni hasil penelitian dikomunikasikan secara tertulis dalam bentuk laporan kegiatan penelitian.

3.2  INSTRUMEN ALAT DAN BAHAN

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.      Ember
2.      Gayung
3.      Penggaris
4.      Pisau
5.      Kertas hvs dan alat tulis

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini :
1.      Kayu
2.      Air

3.3  JADWAL DAN LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN

1)      Menyiapkan alat-alat dan bahan untuk melakukan penelitian
2)      Menyiapkan 2 ember untuk 2 perlakuan, ember yang digunakan harus sama
3)      Tiap-tiap ember di isi air sebanyak 100 ml agar menjaga kelembaban (tinggi air pada ember 1 cm)
4)      Masukan media pertumbuhan lumut berupa kayu pada kedua ember dengan ukuran :
5)      Ukuran Kayu : 10 cm x 15 cm
6)      Letakan kedua ember pada tempat yang berbeda :
7)      Ember A : Diletakan di dekat sumur (tempat lembab) dengan pencahayaan cukup terang
8)      Ember B : Diletakan di halaman depan rumah (panas) dengan pencahayaan sangat terang
9)      Setelah beberapa hari lakukanlah pengamatan terhadap kedua ember tersebut, apakah pada kedua ember tersebut sudah tumbuh lumut
10)  Lakukan peninjauan setiap 3  hari sekali, dan catat hasilnya
11)  Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan yang terjadi pada kedua ember ?
12)  Olah semua data yang telah terkumpul, kemudian buatlah grafik perbandingan
13)   Tariklah suatu kesimpulan 

BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI  DATA

Penelitian ini berlangsung selama 21 hari, dimulai dari tanggal 7 Agustus 2011 hingga tanggal 28 Agustus 2011. Dalam kurun waktu tersebut  telah terjadi berbagai proses pertumbuhan yang berkaitan dengan penelitian ini dan kami pun berhasil mengumpulkan data tersebut dan mengolahnya menjadi suatu laporan ilmiah.

4.2 PEMBAHASAN

Menganalisis data yang di peroleh dari penelitian secara kualitatif, tempat yang lembab dan mendapat sinar matahari yang cukup menyebabkan pertumbuhan lumut semakin cepat, sedangkan  pada tempat yang panas dan kering pertumbuhan lumut cenderung sedikit lambat, hal ini disebabkan karena lumut termaksuk kedalam tumbuhan epifit yang kurang cocok hidup didaerah yang tandus.
Secara kuantitatif, Lumut adalah sekelompok vegetasi kecil yang tumbuh pada tempat lembab atau perairan dan biasanya tumbuh meluas menutupi permukaan,.setiap tempat yang bersuhu kurang 30 derajat dan lembab pasti mudah untuk di tumbuhi lumut.
Menjelaskan hasil dengan teori yang ada teori menunjukkan, bahwa tumbuhnya lumut banyak di temukan di tempat-tempat lembab atau basah karena sangat menunjang pertumbuhannya. Akan tetapi lumut tidak dapat beradaptasi dengan baik di daerah kering dan panas. Tumbuhan lumut mempunyai jenis + 25.000 species yang tesebar di seluruh permukaan bumi mulai dari daerah tropic sampai kedaerah kutub utara.
Pada umumnya struktur tubuh tumbuhan lumut mempunya ciri –ciri sebagai berikut :
1. Bentuk tubuhnya pipih
2. Bersel banyak
3. mempunyai dinding sel yang tersusun dari selulosa
4. Melekat pada substartnya
5. Bersifat Aututrof
6. Bentuk akar seperti benang-benang
7. Daunya terdiri atas selapis sel yang mengandung klorofals berbentuk jala






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1  KESIMPULAN

Dari hasil penelitian di atas kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
Lumut ditemukan terutama di area sedikit cahaya / ringan dan lembab. Lumut umum di area berpohon-pohon dan di tepi arus. Lumut juga ditemukan di batu, jalan di kota besar. Beberapa bentuk mempunyai menyesuaikan diri dengan kondisi-kondisi ditemukannya. Beberapa jenis dengan air, seperti Fontinalis antipyretica, dan Sphagnum tinggal / menghuni rawa.
Tumbuhan lumut memiliki peran dalam ekosistem sebagai penyedia oksigen, penyimpan air (karena sifat selnya yang menyerupai spons), dan sebagai penyerap polutan.
Tumbuhan ini juga dikenal sebagai tumbuhan perintis, mampu hidup di lingkungan yang kurang disukai tumbuhan pada umumnya.
Perkembangan lumut secara singkat berlangsung sebagai berikut : spora yang kecil dan haploid, berkecambah menjadi suatu protalium yang pada lumut dinamakan protonema. Protonema pada lumut ada yang menjadi besar, adapula yang tetap kecil. Pada protoneme ini terdapat kuncup-kuncup yang tumbuh dan berkembang menjadi tumbuhan lumutnya.
Jadi secara garis besar hasil penelitian sesuai dengan teori-teori yang sudah ada sebelumnya yang dikemukakan oleh para ahli.

5.2  SARAN

Karena keterbatasan  informasi dan pengetahuan tentang proses pertumbuhan lumut ditambah lagi dengan kurangnya pemahaman tentang pembuatan laporan ilmiah, mengakibatkan terdapat sedikit kesulitan dalam pembuatan laporan ilmiah ini. Tetapi karena keterbatasan itulah saya termotivasi untuk menjadi lebih baik.
Maka dari itu saya berharap agar dapat lebih memahami tentang pembuatan laporan ilmiah dan juga diharapkan agar lebih sering diadakan pelatihan pembuatan laporan ilmiah, begitupun waktu yang dibutuhkan agar lebih di perpanjang lagi sehingga dapat dihasilkan laporan ilmiah yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Lumut
http://www.crayonpedia.org/mw/1._Lumut_10.1
http://www.google.co.id/tanya/thread?tid=73d1bc40b3926bbf
http://dinarardy.wordpress.com/tag/kehidupan-lumut/
http://id.wikipedia.org/wiki/Suhu
http://www.scribd.com/doc/52488644/Biologi
http://pinkzchocolate.blogspot.com/2011/02/laporan-praktikum-bocryp.html
bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor…/0013%20Bio%201-3b.html
ugeex.blogspot.com/2009/03/makalah-lumut.html

SUMBER :